pengertian
penyelenggara negara, pegawai negara/pegawai negeri, dan pejabat negara.
Pengertian penyelenggara Negara
dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (“UU 28/1999”), yang menyatakan sebagai berikut:
Penyelenggara
Negara adalah Pejabat Negara yang
menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian,
di dalam Pasal 2 UU 28/1999 dijelaskan siapa saja yang termasuk
penyelenggara negara, yaitu
1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3. Menteri;
4. Gubernur;
5. Hakim;
6.
Pejabat negara yang lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
7. Pejabat
lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan
ketentuan ini, anggota dewan komisaris atau direksi dari anak perusahaan Badan
Usaha Milik Negara (“BUMN”) tidak termasuk sebagai penyelenggara Negara.
Kemudian,
pengertian pegawai negeri dan pejabat negara diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (“UU 43/1999”):
- Pegawai Negeri
adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 1)
- Pejabat Negara
adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang
ditentukan oleh Undang-undang (Pasal 1 angka 4).
Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (1) UU 43/1999
dijelaskan bahwa pegawai negeri terdiri dari:
a.
Pegawai Negeri Sipil;
b.
Anggota Tentara Nasional Indonesia;
dan
c.
Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Sedangkan,
siapa saja yang termasuk pejabat negara dijelaskan dalam Pasal 11 ayat (1),
yaitu:
a. Presiden
dan Wakil Presiden;
b. Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua,
Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua,
Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
g. Menteri,
dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta
Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/ Wakil Walikota; dan
k. Pejabat
Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan
sebelumnya, tidak disebutkan bahwa anggota dewan komisaris maupun direksi dari
anak perusahaan BUMN merupakan penyelenggara negara, pejabat negara, maupun
pegawai gegeri.
Kemudian, di dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai BUMN maupun anak perusahaan BUMN juga tidak ada
ketentuan yang menyatakan bahwa anggota dewan komisaris maupun direksi dari
anak perusahaan BUMN merupakan penyelenggara negara, pejabat negara, maupun
pegawai negeri.
Perlu diketahui pula bahwa anak perusahaan BUMN bukan
termasuk BUMN. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Anak perusahaan BUMN,
sahamnya dimiliki oleh BUMN tersebut sebagai perusahaan induknya, dan bukan
dimiliki secara langsung oleh Negara. Penjelasan selengkapnya simak artikel Status Hukum Anak
Perusahaan BUMN.
Dasar
hukum:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar